BUAH KESABARAN ULAT
Pagi di belantara,
hening bening menyapa penghuni setia tempat hijau itu. Kesegaran alam ini tidak
disia-siakan warga hutan untuk memenuhi panggilan alam kapung tengah mereka sendiri
ataupun keluarga mereka. Pohon rindang yang disapa pohon mangga berdiri kokoh
melayani setiap warga hutan termasuk ulat. Ulat merupakan salah satu penghuni
rumah pohon mangga. Ia memiliki badan yang gemuk, pendek, sehingga tubuhnya
terkesan berbuku-buku. Namun kakinya kecil-kecil, walaupun banyak tetap saja
membuatnya susah bergerak karena tak sanggup menopamg tubuh gendutnya. Ini juga
yang menyebabkan ia tak pernah meninggalkan rumahnya. Sebatangkara menjalani
hidup, tapi tak kesepian karena dia warga yang ramah.
Sedang asyik menikmati
sarapan pagi yang segar dengan bumbu-bumbu embun yang khas sajian hutan, ia
terperanjat dan hampir jatuh dari dahan pohon akibat merpati putih yang terbang
cepat dan hinggap di dahan dekat ulat sambil tertawa riang, tanpa sadar kalau
ulat sedang memperhatikannya dengan napas tertahan akibat terkejut tadi.
”Dia bisa saja.. selalu
begitu, buat aku malu. Kekasih yang romantis.” Ucap merpati diselingi tawanya
sambil mengepak-ngepakkan sayap kegirangan. Tapi itu semua terhenti ketika
matanya tertuju pada ulat yang dari tadi melihatnya.
” Hei! Apa yang kau
lihat?” Berdiri congkak dengan kedua sayap tertopang di pinggangnya.
”Ups, aku tahu. Kamu
pasti sedang mengagumi keelokan tubuhku ini kan? Iya kan?” Belum sempat ulat
menjawab, merpati kembali menimpali pertanyaannya sendiri.
”Ya, kamu pasti begitu.
Karena semua penduduk di hutan ini mengakui itu. Aku adalah penghuni tercantik
di sini, lihat tubuhku yang ramping ini, indah bukan? Mmm tak Cuma itu, warnaku
sangat..sangat cantik, putih menawan. Tak sepertimu... gendut pendek.” Tawa merpati
kembali pecah merambah hutan. Ulat hanya diam.
Setelah mengejek ulat,
merpati terbang kembali menemui kekasihnya. Ulat sangat sedih, dengan mata
berkaca-kaca ia pergi ke kamarnya dan menangis di sana.
”mengapa? Mengapa
bentukku seperti ini? Aku malu... Aku juga ingin cantik. Ya Allah bisakah aku
berubah?” Ulat pun tertidur dalam isak.
***
Setiap hari merpati
terbang mengitari rumah ulat, terkadang dia menggandeng kekasihnya. Yang ia
lakukan tak lain hanya untuk mengejek ulat. Setiap kesabaran tentu ada
batasnya. Kesabaran ulat mencapai puncak saat merpati menghampirinya sore itu.
”Hei! Ndut, sampai
kapan kamu akan hidup sebatangkara seperti ini? Owowow, aku lupa, siapa yang
mau hidup dengan ulat sepertimu, gendut pendek.” Tak henti-hentinya merpati
mengejek saat bersantai di dahan tepat di atas ulat.
”Jangankan untuk terbang seperti aku, untuk berjalan
saja kau susah. Hahaha” Tawa merpati kembali merobek keheningan sore itu. Ulat
hanya diam.
”Eh, mengapa kau diam
saja? Tak dengarkah aku bicara denganmu.” Bentak merpati.
”Baik, aku akan
buktikan kalau kau itu tak bisa berbuat apa-apa karena gendut.” Merpati pun
mengambil ancang-ancang dan membuang kotoran dari atas tepat menimpa ulat.
Sekujur tubuh ulat dipenuhi kotoran merpati.
Melihat kejadian itu
warga hutan lainnya hanya bisa diam dan bersimpati kepada ulat.
”Sabar ya lat! Merpati
memang seperti itu.” Nasihat pipit pada ulat, begitu juga warga lainnya.
Ulat hanya diam dan
menangis dalam lumatan kotoran merpati. dalam hati ulat mengadu pada yang Maha
Memberi.
”Ya Allah, aku tak
sanggup lagi. Hatiku hancur ya Allah.”
Sore itu ditutup oleh
hujan yang cukup deras, seolah-olah menggambarkan perasaan ulat. Ulat tidak
beranjak dari tempatnya tadi, hingga tubuhnya kembali bersih disapu lembut
hujan senja itu. Ulat menggigil menahan dingin sehingga dia memutuskan untuk
membuat tempat yang lebih hangat. Ia pun membuat kepompong dan masuk ke
dalamnya.
Esok harinya penduduk
hutan gempar oleh kabar hilangnya ulat, rumah ulatpun kosong. Berita itupun
akhirnya sampai ke telinga merpati. Ia bergegas menuju rumah ulat dan
mengitarinya, ia tidak menemukan siapa-siapa. Merpati berdiri di depan pintu
rumah ulat.
”Hanya sampai disini
rupanya kau bisa... Mmhh malang juga nasibmu ndut.” Tanpa rasa bersalah merpati
meninggalkan rumah ulat. Ulat mendengar apa yang dikatakan merpati, tapi dia
hanya diam dalam persembunyiannya.
Waktu terus berjalan,
hingga akhirnya ulat keluar dari persembunyiannya, melepas rindu dengan
berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Kenegrian hutan kembali gempar dengan
kehadiran penghuni baru. Bentuknya cantik, bisa terbang, tubuhnya penuh warna.
Tidak ada penghuni seperti ini sebelumnya, kehadirannya memberi warna baru di
kenegrian hutan, semua penduduk berkumpul untuk melihatnya. Kabar inipun sampai
ke hadapan merpati. Dengan segera merpati datang ke tempat penduduk berkumpul.
Ia ingin memastikan siapa yang berusaha merebut posisinya sebagai penghuni
tercantik.
”Hei! Siapa kamu?” Ujar
merpati sesampai ditempat yang disebutkan.
”Aku adalah Kupu-kupu.”
Jawab penghuni baru itu. Dan langsung disambungnya.
”Sudah lama tak jumpa
kawan lama.” Lanjutnya sambil tersenyum.
”Apa maksudmu?” Merpati
makin bingung dipanggil ‘kawan lama.’
”Aku adalah ulat yang dulu
kau hina dan caci. Doaku telah dijamahNya, inilah aku sekarang.” Ulat
menjelaskan.
Mendengar itu semua,
sontak seluruh penghuni kenegrian hutan bertepuk tangan dan bergembira,
akhirnya ulat si ramah telah kembali. Lain halnya dengan merpati, ia tertunduk
malu meninggalkan kegembiraan itu. Dalam hati ia berkata dengan kesalnya
”Takkan ku biarkan ulat lain mengikuti ulat, kan ku jadikan ulat-ulat itu
makanan anak-anakku.” Kehidupan di kenegrian hutan belantara kembali normal,
penuh suka cita, dan penuh warna karena kehadiran kupu-kupu.
2012
Karya : Susdamita
1105111601
Tidak ada komentar:
Posting Komentar