Selasa, 09 Oktober 2012

FABEL BUAH KESABARAN ULAT


BUAH KESABARAN ULAT

Pagi di belantara, hening bening menyapa penghuni setia tempat hijau itu. Kesegaran alam ini tidak disia-siakan warga hutan untuk memenuhi panggilan alam kapung tengah mereka sendiri ataupun keluarga mereka. Pohon rindang yang disapa pohon mangga berdiri kokoh melayani setiap warga hutan termasuk ulat. Ulat merupakan salah satu penghuni rumah pohon mangga. Ia memiliki badan yang gemuk, pendek, sehingga tubuhnya terkesan berbuku-buku. Namun kakinya kecil-kecil, walaupun banyak tetap saja membuatnya susah bergerak karena tak sanggup menopamg tubuh gendutnya. Ini juga yang menyebabkan ia tak pernah meninggalkan rumahnya. Sebatangkara menjalani hidup, tapi tak kesepian karena dia warga yang ramah.

Sedang asyik menikmati sarapan pagi yang segar dengan bumbu-bumbu embun yang khas sajian hutan, ia terperanjat dan hampir jatuh dari dahan pohon akibat merpati putih yang terbang cepat dan hinggap di dahan dekat ulat sambil tertawa riang, tanpa sadar kalau ulat sedang memperhatikannya dengan napas tertahan akibat terkejut tadi.

”Dia bisa saja.. selalu begitu, buat aku malu. Kekasih yang romantis.” Ucap merpati diselingi tawanya sambil mengepak-ngepakkan sayap kegirangan. Tapi itu semua terhenti ketika matanya tertuju pada ulat yang dari tadi melihatnya.

” Hei! Apa yang kau lihat?” Berdiri congkak dengan kedua sayap tertopang di pinggangnya.

”Ups, aku tahu. Kamu pasti sedang mengagumi keelokan tubuhku ini kan? Iya kan?” Belum sempat ulat menjawab, merpati kembali menimpali pertanyaannya sendiri.

”Ya, kamu pasti begitu. Karena semua penduduk di hutan ini mengakui itu. Aku adalah penghuni tercantik di sini, lihat tubuhku yang ramping ini, indah bukan? Mmm tak Cuma itu, warnaku sangat..sangat cantik, putih menawan. Tak sepertimu... gendut pendek.” Tawa merpati kembali pecah merambah hutan. Ulat hanya diam.

Setelah mengejek ulat, merpati terbang kembali menemui kekasihnya. Ulat sangat sedih, dengan mata berkaca-kaca ia pergi ke kamarnya dan menangis di sana.

”mengapa? Mengapa bentukku seperti ini? Aku malu... Aku juga ingin cantik. Ya Allah bisakah aku berubah?” Ulat pun tertidur dalam isak.

***

Setiap hari merpati terbang mengitari rumah ulat, terkadang dia menggandeng kekasihnya. Yang ia lakukan tak lain hanya untuk mengejek ulat. Setiap kesabaran tentu ada batasnya. Kesabaran ulat mencapai puncak saat merpati menghampirinya sore itu.

”Hei! Ndut, sampai kapan kamu akan hidup sebatangkara seperti ini? Owowow, aku lupa, siapa yang mau hidup dengan ulat sepertimu, gendut pendek.” Tak henti-hentinya merpati mengejek saat bersantai di dahan tepat di atas ulat.

”Jangankan  untuk terbang seperti aku, untuk berjalan saja kau susah. Hahaha” Tawa merpati kembali merobek keheningan sore itu. Ulat hanya diam.

”Eh, mengapa kau diam saja? Tak dengarkah aku bicara denganmu.” Bentak merpati.

”Baik, aku akan buktikan kalau kau itu tak bisa berbuat apa-apa karena gendut.” Merpati pun mengambil ancang-ancang dan membuang kotoran dari atas tepat menimpa ulat. Sekujur tubuh ulat dipenuhi kotoran merpati.

Melihat kejadian itu warga hutan lainnya hanya bisa diam dan bersimpati kepada ulat.

”Sabar ya lat! Merpati memang seperti itu.” Nasihat pipit pada ulat, begitu juga warga lainnya.

Ulat hanya diam dan menangis dalam lumatan kotoran merpati. dalam hati ulat mengadu pada yang Maha Memberi.

”Ya Allah, aku tak sanggup lagi. Hatiku hancur ya Allah.”

Sore itu ditutup oleh hujan yang cukup deras, seolah-olah menggambarkan perasaan ulat. Ulat tidak beranjak dari tempatnya tadi, hingga tubuhnya kembali bersih disapu lembut hujan senja itu. Ulat menggigil menahan dingin sehingga dia memutuskan untuk membuat tempat yang lebih hangat. Ia pun membuat kepompong dan masuk ke dalamnya.

Esok harinya penduduk hutan gempar oleh kabar hilangnya ulat, rumah ulatpun kosong. Berita itupun akhirnya sampai ke telinga merpati. Ia bergegas menuju rumah ulat dan mengitarinya, ia tidak menemukan siapa-siapa. Merpati berdiri di depan pintu rumah ulat.

”Hanya sampai disini rupanya kau bisa... Mmhh malang juga nasibmu ndut.” Tanpa rasa bersalah merpati meninggalkan rumah ulat. Ulat mendengar apa yang dikatakan merpati, tapi dia hanya diam dalam persembunyiannya.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya ulat keluar dari persembunyiannya, melepas rindu dengan berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Kenegrian hutan kembali gempar dengan kehadiran penghuni baru. Bentuknya cantik, bisa terbang, tubuhnya penuh warna. Tidak ada penghuni seperti ini sebelumnya, kehadirannya memberi warna baru di kenegrian hutan, semua penduduk berkumpul untuk melihatnya. Kabar inipun sampai ke hadapan merpati. Dengan segera merpati datang ke tempat penduduk berkumpul. Ia ingin memastikan siapa yang berusaha merebut posisinya sebagai penghuni tercantik.

”Hei! Siapa kamu?” Ujar merpati sesampai ditempat yang disebutkan.

”Aku adalah Kupu-kupu.” Jawab penghuni baru itu. Dan langsung disambungnya.

”Sudah lama tak jumpa kawan lama.” Lanjutnya sambil tersenyum.

”Apa maksudmu?” Merpati makin bingung dipanggil ‘kawan lama.’

”Aku adalah ulat yang dulu kau hina dan caci. Doaku telah dijamahNya, inilah aku sekarang.” Ulat menjelaskan.

Mendengar itu semua, sontak seluruh penghuni kenegrian hutan bertepuk tangan dan bergembira, akhirnya ulat si ramah telah kembali. Lain halnya dengan merpati, ia tertunduk malu meninggalkan kegembiraan itu. Dalam hati ia berkata dengan kesalnya ”Takkan ku biarkan ulat lain mengikuti ulat, kan ku jadikan ulat-ulat itu makanan anak-anakku.” Kehidupan di kenegrian hutan belantara kembali normal, penuh suka cita, dan penuh warna karena kehadiran kupu-kupu.

 

2012

Karya : Susdamita

1105111601

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar