Selasa, 09 Oktober 2012

MAKALAH KELAHIRAN DAN KONSEPTIK ANGKATAN '45


KELAHIRAN DAN KONSEPSI ESTETIK
ANGKATAN 45

1.        Latar Belakang
Karya-karya angkatan 45 yang kita baca dan ketahui pada saat sekarang ini bukanlah ada dengan sendirinya. Karya-karya tersebut merupakan hasil pemikiran dan imajinasi para sastrawan yang terdesak oleh tantangan zaman pada masa itu. Yaitu, masa penduduk Jepang dan masa revolusi di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Jepang adalah bangsa terakhir menjajah sampai akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan. Para sastrawan yang ada pada masa ini selain ikut berjuang dengan fisik dalam perang kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk mencoba merumuskan dan mencari orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan
 Setelah merdeka Indonesia memasuki era revolusi, yakni masa pembaharuan baik dari segi pemerintahan, sosial, budaya dan kenegaraan. Hal ini juga memberi dampak pada sastrawan dan hasil karya sastra mereka pada saat itu. Sehingga angkatan 45 memiliki konsepsi estetik tersendiri.
Untuk mengetahui  konsepsi estetik ankatan 45 tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana kelahiran angkatan 45 itu sendiri. Karena dasar konsepsi estetik angkatan 45 itu adalah proses kelahirannya.

2.  PEMBAHASAN
A. Proses Kelahiran Angkatan 45
Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kelahirannya, yakni masa penduduk Jepang dan masa revolusi Indonesia. Perjuangan bangsa yang mencapai titik puncak pada Proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya, memberi pengaruh sangat besar pada corak sastra.
Generasi yang aktif pada masa revolusi 45 dipaksa oleh keadaan untuk merumuskan diri dan tampil menjawab tantangan-tantangan zaman yang mereka hadapi. Selain ikut berjuang secara fisik dalam perang kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk merumuskan dan mencari orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan.
 Latar belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45. Kehadiran Angkatan 45 serta karya sastra Angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, karena angkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada “Volkslectuur”, lembaga kesustraan kolonial Belanda, dan Angkatan Pujangga Baru dinilai menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka Angkatan 45 adalah reaksi penolakan terhadap ankatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari pergolakan, karya sastra Angkatan 45 menjadi sebuah karya yang lahir dengan identitas baru yang penuh kontroversia. Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai serta aturan-aturan sastra terdahulu membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi pusat perhatian para sastrawan.
Para sastrawan penggerak karya sastra angkatan 45 adalah mereka yang menaruh perhatian besar pada karya sastra Indonesia. Mereka seolah ingin lepas dari pengaruh asing yang saat itu masih kuat pengaruhnya terhadap karya sastra Indonesia.
Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan oleh Rosihan Anwar pertama kali pada lembar kebudayaan “Gelanggang”. Sejak itu, penamaan yang dibuat Rosihan Anwar diakui dan disepakati banyak kalangan sebagai nama angkatan sastra periode-40-an.
Angkatan 1945 memperoleh saluran resmi melalui penerbitan majalah kebudayaan Gema Suasana, Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh dewan redaksi yang terdiri dari Asrul Sani, Chairil Anwar, Mochtar Apin, Riva’I Apin dan Baharudin. Majalah ini dicetak dan diterbitkan oleh percetakan Belanda Opbouw (Pembangun). Dalam konfrotasi dengan Belanda, mereka kemudian pindah ke “Gelanggang”, sebuah suplemen kebudayaan dari jurnal mingguan, siasat yang muncul pertama kali pada Februari 1948 dengan redaktur Chairil Anwar dan Ida Nasution. Disuplemen inilah mereka kemudian menerbitkan kredo Angkatan 45, yang dikenal luas dengan nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.

B. Konsepsi Estetik Angkatan 45
Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Dengan “Surat Kepercayaan Gelanggang” inilah para penyair Angkatan 45 mendefenisikan diri dan konsep estetik budayanya. Pendefenisian ini dilakukan sastrawan Angkatan 45 lewat “pemisahan diri” dan kritik keras terhadap generasi sastra sebelumnya, khususnya kritik dan pemisahan diri dengan visi budaya yang ditegakkan Sutan Takdir Alisjahbana. Yang menjadi fokus pemisahan diri disini adalah pada ideologi yang digunakan serta orientasi budaya.
Pemisahan konsep sastra dan visi inilah yang kemudian dijadikan banyak pengamat sastra sebagai ciri utama angkatan 45 dibanding angkatan sebelumnya. H.B. Jassin dalam banyak tulisannya mengemukakan terhadap pemisahan yang tegas antara konsepsi sastrawan Pujangga Baru dengan konsepsi sastrawan generasi 45. Andaian ini pulalah yang dianut dan dipercayai banyak sastrawan angkatan 45.
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik. Karena lahir dalam lingkungan yang keras dan memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih terbuka, pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya, isinya bercorak realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis, sastrawan periode lebih individualisme, dinamis dan kritis, adanya penghematan kata dalam karya, lebih ekspresif dan spontan, terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi dan prosa berkurang.
Pada periode Angkatan 45 berkembang jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek, novel dan drama. Keadaan perang pada saat itu mempengaruhi penciptaan sastra dalam permasalahan dan gayanya. Ada beberapa ciri stuktur estetik Angkatan 45 baik pada karya sastra puisi maupun  prosa. Pada karya sastra puisi ciri struktur estetiknya yaitu, pertama, puisinya bebas, tidak terikat pada pembagian bait, jumlah baris dan persajakan. Kedua, gaya alirannya ekspresionisme dan realisme. Ketiga, pilihan kata (diksi) untuk mencerminkan pengalaman batin yang dalam dan untuk intensitas arti. Ketiga, bahasa kiasannya dominan metafora dan simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu sehingga multitafsir. Keempat, gaya sajaknya prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, hubungan baris-baris dan kalimat-kalimat implisit. Kelima, gaya pernyataan pikiranya berkembang yang nantinya menjadi gaya sloganis. Keenam, gaya ironi dan sinisme menonjol.
Pada karya sastra prosa, ciri stuktur estetiknya adalah banyak alur sorot balik, walaupun ada juga alur lurus, digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada penokohan analisis fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung melainkan dengan cara dramatik melalui arus kesadaran dan percakapan antar tokoh, banyak menggunakan gaya ironi dan sinisme, gaya realisme dan naturalisme, menggambarkan kehidupan sewajarnya secara mimetik.
Inilah ciri struktur estetik dari karya sastra puisi dan prosa Angkatan 45, yang membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi karya sastra yang fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia.

C. Para Sastrawan Angkatan 45
Para sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45 adalah para pencipta karya sastra Angkatan 45 yang begitu fenomenal di dunia sastra. Mereka adalah:
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar merupakan sastrawan terpenting Angkatan 45, sekaligus sastrawan Indonesia yang palin dikenal luas oleh masyarakat. Sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922 dan tutup usia di Jakarta, 28 April 1949 ini tumbuh menjadi legenda. Banyak kalangan yang menjadikan hari kematiannya sebagai hari sastra nasional.
Masa-masa kehadiran Chairil Anwar adalah masa-masa yang menarik untuk menciptakan karya sastra. Karena pada masa itu, secara sosial merupakan masa revolusioner Indonesia dari bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari sebuah bangsa yang muda. Selain itu Chairil juga tumbuh dalam sebuah komunitas Alisyahbana muda yang membara, menolak ketentraman lama. Di sana, tradisi silam ditolak tegas serta dianggap mandul dan membekukan.
Sajak-sajak Chairil sendiri tidaklah banyak jumlahnya dan tidak semuanya berkualitas, namun cukup banyak sajak-sajak yang hinga kini menunjukkan kualitas yang prima. Chairil Anwar menjadi masyhur lewat sajak-sajak “Aku”, “Perjanjian dengan Bung Karno”, “Diponegoro”, “Siap Sedia”, dan “Karawang Bekasi”. Dikalangan kritikus, Chairil juga dipuji berkat sajak-sajaknya yang indah seperti,”Senja di Pelabuhan Kecil”, “Derai-Derai Cemara”, “Kawanku dan Aku” serta “Cinta Jauh di Pulau”.
Karya sastra Chairil Anwar dipengaruhi oleh sastrawan dunia seperti Rainer N.Rilke, W.H Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slawurhoff dan Edgar Duperron. H.J Jassin adalah orang yang ikut dalam mempopulerkan karya-karya Chairil Anwar. Faktor penting lain yang menjadikan Chairil legenda adalah gaya hidupnya yang bohemian dan kenyataan bahwa ia mati muda. Chairil bisa diangap sebagai sosok seniman optima performa dalam citra romantik.

2. Idrus
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921 di Padang. Ia mengikuti pendidikan di HIS, Mulo, AMS-SMT dan tamat pada 1943. Selesai sekolah, ia menjadi redaktur Balai Pustaka. Idrus juga menjadi kepala bagian pendidikan Garuda IndonesiaAirways, sampai oktober 1952.
Idrus mulai menulis berupa sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara. Tulisan-tulisannya hampir semuanya berupa laporan pandangan mata. Namun, beberapa diantaranya boleh dikatan mencerminkan perjalanan pandangan mengenai hidup dan berbagai persoalan.
Idrus banyak dipengaruhi oleh pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya Ehrenburg dan Vsevolod Ivanov. Karya-karya dari Idrus diantaranya, sketsa “Coret-Coret di Bawah Tanah”. Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam, Dr. Bhisma dan Jibaku Aceh.

3. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1927. Menempuh pendidikan di HIS Bukittinggi, KWS di Jakarta, Taman Dewasa, Perguruan Taman Siswa Jakarta, Sekolah Dokter Hewan Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia di Bogor, Akademi Seni Drama di Amsterdam, USC, Departeman of the Antre-Departeman of  Cinema di Los Angeles.
Asrul Sani menjelajahi berbagai bidang kesenian, mulai dari sastra hingga film, mulai dari esai hingga sinetron. Gaya sajaknya mencerminkan kecendrungan umum sebagaimana yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Karya skenario Asrul Sani diantaranya  Burung Camar, Pintu Tertutup, Monserrat, dan Yerma. Naskah dramanya yang telah terbit sebagai buku adalah Naga Bonar dan Mahkamah.

4. Sitor Situmorang
Sastrawan kelahiran Harian Boho, Samosir, 2 Oktober 1923 ini memulai pendidikannya di Mulo. Setelah lulus Mulo di Tarutung, ia melanjutakan studinya di AMS Jakarta, tetapi tidak tamat. Pada awal masa revolusi ia bekerja sebagai wartawan di Medan. Pada tahun 1948 ia berangkat ke Yogyakarta.
Dalam puisi-puisi modernnya Sitor Situmorang berbeda dengan Chairil Anwar, Sitor Situmorang sering memanfaatkan khasanah berpuisi lama. Karya-karya Sitor Situmorang yang telah diterbitkan pada berbagai koran dan majalah yaitu Jalan Mutiara, Surat Kertas Hijau, Dalam Sajak, Wajah Tak Bernama, Zaman Baru, Angin Daananu, Dinding Waktu, Peta Perjalanan, dan sebuah cerpen yang berjudul Pertempuran dan Salju di Paris.

5. Muhammad Ali
Pada 23 April 1927 Muahammad Ali lahir di kampung Ketapang kawasan Ampel, Surabaya. Muahmmad Ali bersekolah di GHAS, kemudian melanjutkan di MULO namun tidak tamat. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti kursus kebudayaan  (Keimin Sidhoso) dan setelah itu ia belajar secara otodidak dalam berbagai hal yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis. Walaupun otodidak Muhammad Ali tidak merasa rendah diri, ia pun sudah berkali-kali berceramah di lingkungan perguruan tinggi.
Muhammad Ali mulai mengarang sejak tahun 1942. Sebagai pengarang ia pernah mengasuh majalah Mimbar Pemuda, Mingguan Pahlawan, Cetusan, Bakat, dan majalah Fithrah. Muhammad Ali dikenal sebagai sastrawan serba bisa. Karena  ia menulis cerpen, novel, naskah drama dan puisi.
Karya-karya sastra Muhammad Ali yaitu naskah drama yan pernah ditulisnya antara lain Si Gila, Kembali Kepada Fithrah, serta sandiwara radio seperti lapar dan Sel 13. Ali juga menulis Novel diantaranya Kiamat, kubur Tak Bertanda, dan Ibu Kita Raminten. Karya sastra cerpen yang ditulisnya yaitu Buku Harian Pengangur dan Gerhana. Selain menulis kumpulan puisi berjudul Bintang Dini, Ali menulis juga buku esai seperti Izinkan Saya Bicara, Mari Mengarang Cerpen, Nyanyian Burdah, Teknik Penulisan Skenario Drama dan Film, Aktor dan Artis, Teknik Penghayatan Puisi, Ikhwal Dunia Sastra, Kamus Bahasa Indonesia, dan Puitisasi Jus Amma.

6. Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan 12 Oktober 1929 di Paliman, Cerebon. Mengenai pendidikannya, Toto menamatkan sekolanya di Cultuurschool Tasikmalaya dan melanjutkan ke MULO Bandumg dan lulus tahun 1948. Toto Sudarto Bachtiar memasuki dinas ketentraan, dimasa revolusi.
Dalam hal bersajak Toto Sudarto Bactiar secara struktur dan pengolahan bahannya tidak jauh berbeda dengan Chairil Anwar. Perbedaan yang terlihat cukup jelas pada sikap dan cara pandang mereka terhadap kehidupan. Sajak-sajak yang diciptakan Toto antara lain Gadis Peminta-minta, Ibu Kota Senja, Malam Laut, Tentang Kemerdekaan, dan Pahlawan Tak Dikenal.

2. SIMPULAN

Karya sastra Angkatan 45 lahir pada masa peralihan bangsa yaitu dari masa penjajahan Jepang menuju kemerdekaan. Pada Angkatan 45 karya sastra didominasi oleh puisi, prosa tampak berkurang. Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”
Para penggerak Angkatan 45 yaitu para sastrawan yang ada pada masa itu seperti Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani, Sitor Situmorang, Muhammad Ali, Toto Sudarto Bachtiar. Para sastrawan Angkatan 45 ini memiliki ciri khas masing-masing.
























DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Elmustian dan Jalil, Abdul. 2003. Bahan Ajar Sejarah Sastra.
             Pekanbaru: Unri Press
muntijo.wordpress.com/2011/07/29/ciri-ciri-estetik-intrinsik-dan-ekstra-estetik-ekstrinsik-dalam-periode-periode-sastra-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar